Bagian 20, Cuma Clarissa Yang Paham Trauma
Bagian 20
Cuma Clarissa Yang Paham Trauma
Suasana masih benar benar canggung dan diam, Benar benar diam. Clarissa yang tak bisa menjawabnya dan Dio yang selalu menunggu jawaban dari Clarissa. Dio yang tak pernah bisa mengerti mengapa Clarissa tak bisa menjawabnya. Dio yang hanya mementingkan egonya sendiri demi kepuasan mendapatkan jawaban. Dio berharap lebih, Bahkan ia ingin hari ini juga mendapatkan kepastian. Ego di antara keduanya yang benar benar sama besar. Tak ingin kalah, Tak mau mengerti, dan sangat menginginkan jawaban. Tanpa waktu yang panjang harus sekarang Dio meminta semuanya, Meski terlihat tak memaksa Dio benar benar membutuhkan jawaban dari matanya. Matanya yang benar benar tulus mencintai Clarissa sejak masuk SMA, Menjadi pengagum dalam diamnya dan mengungkapkan nya pada saat hendak kembali ke Jakarta. Persis pada saat Clarissa ingin meninggalkannya lagi.
Memang benar penantian dan pengaguman sama persis seperti menunggu kematian, Ia akan tetap berada dalam diri sampai ia akan menyuruhmu bunuh diri. Kamu harus mengakui semuanya bahwa semua penantian yang pernah kamu lakukan selama sejauh dan selama ini hanya akan sia sia. Kamu hanya pengagum, Tak lebih. Untuk menjadi pemilik? Tak cukup untuk kagum dengan waktu yang cukup lama.
Sekarang benar, Sekarang waktu yang mungkin menurut Dio tepat, Ia hanya ingin menyelamatkan dirinya sendiri untuk mencintai yang lainnya, Ia tak mau mengurung diri lagi, Ia tak mau memaksakan harapan yang telah ia bangun lama dan harus menghapusnya perlahan setidaknya Clarissa tau bahwa selama ini, Ada salah satu sosok manusia yang memerhatikan bahkan kagum di belakang layar, Tanpa mau mengusik hidupnya.
Ntah penyesalan atau kesenangan. Ntah logika atau perasaan yang Dio pakai untuk mengungkapkan semuanya. Perihal tentang jawaban Clarissa yang tak bisa menerka bahkan ia kaget dengan semua hal yang Dio lakukan pada saat di masa SMA adalah suatu keterkejutan. Meski Clarissa mendapatkan sebuah hal yang menakjubkan bahkan untuk menjawabnya tetap memerlukan waktu yang lama, Meski Dio benar benar ingin tau jawabannya.
"Kenapa harus sekarang? Kenapa minta jawabannya sekarang, Sedangkan gua ga punya jawaban apapun. Gimana? Gua harus apa? Apa gua harus hancurin semua harapan Dio dari masa SMA? Apa gua kasih waktu biar Dio ngerasa nunggu lagi padahal dia udah kesekian lamanya buat nunggu? Gua jahat? Apa gua yang harus ngalah? Gua bohong? Apa gua harus jahat? Gua harus nerima tanpa rasa? Apa gua harus nolak mentah mentah harapan Dio selama masa SMA? Gua harus jahat? Seketika gua nolak Dio, Dio bakalan trauma panjang bahkan hidup dia bakalan ga tenang tentang cinta, Dia ga bakal pernah bisa nunggu atau bahkan dia ga bakal pernah bisa cinta sama orang lain setelah ini. JADI? GUA HARUS APA?!!!" Ucap Clarissa dalam hatinya.
Clarissa benar benar memikirkan sampai sedetail itu. Tentang trauma, Tentang masa kedepannya, Tentang Dio yang akan bisa mencintai lagi atau tidak. Benar Clarissa mempunyai hati.
"Gua cuma pengin dapet jawaban dari semua waktu yang udah gua habisin selama gua kagum dengan Clarissa. Gua cuma ingin tau sejauh mana gua layak untuk di cintai, Apa cara gua salah? Apa dengan gua bilang terlalu cepat dan mendadak itu salah? Gua cuma pengen tau, Seberapa besar diri gua di cintai.Gua ga punya waktu buat nunggu lagi. Seluruh badan gua udah bener bener lelah nunggu kepastian, Kalo ga gua cari kepastian ga bakal dateng sendiri." Ucap Dio dalam hati.
Mereka berdua diam tanpa komunikasi, Panas terik matahari hanya sampai pada payung yang di pegang oleh Dio.
Selang beberapa menit Nadiya yang berjalan dari kejauhan melihat Clarissa dan Dio yang sedang berdiri diam dan terlihat seperti orang yang tidak saling mengenal karena perasaan canggung dan gugup.
"WOI SINI LU BERDUA!!!" UCAP NADIYA DENGAN NADA KERAS.
Setelah mendengar suara Nadiya, Clarissa benar benar lega dan dapat bernafas panjang. Clarissa langsung mendekati Nadiya.
"Lah?!! Dio?!!! Lu mau ikut kita ke Jakarta kah?" Ucap Nadiya.
Dio tak menjawab, Clarissa menunjukkan wajah dengan penuh kebingungan pada Nadiya.
"Kenapa? Kok? Bingung." Ucap Nadiya.
Clarissa hanya terbata bata dan terdiam.
"HEH LU KENAPA SA? GABISA NGOMONG?!" UCAP NADIYA.
Clarissa menggelengkan kepalanya. Nadiya sontak menggandeng Clarissa untuk menjauhi Dio sekejap.
"SA? LU KENAPA? KOK DIEM? KOK KERINGETAN GITU?!!" UCAP NADIYA.
Lalu Clarissa berbahasa isyarat jika dirinya tak dapat mengatakan apapun.
"AYO BILANG SA, GUA PENASARAN." UCAP NADIYA.
Clarissa masih belum bisa mengatakannya badannya juga kaku dan terlihat gugup sehingga badannya basah keringat dingin.
"Nih Sa, Minum dulu kebetulan gua tadi beli." Ucap Nadiya yang memberikan minumnya untuk Clarissa.
Clarissa langsung mengambilnya dan meminumnya, Clarissa memegang pergelangan tangan Nadiya.
"Nad, Dio ngungkapin perasaannya ke gua!!" Ucap Claris lirih.
Nadiya langsung menatap Dio dengan tatapan tajamnya.
"Gila lu!!! Ini kurang 20 menit lagi kita berangkat." Ucap Nadiya.
"Gua cuma mau jawaban." Ucap Dio dengan wajah penasarannya.
Nadiya terpancing emosinya
"Lu bisa ga si?!! Kalo confes tau waktu dan tempat!! Ini kita kan mau penerbangan!!!" Ucap Nadiya.
"Perasaan gua juga ga pernah tau waktu dan tempat." Ucap Dio.
Diam seketika Nadiya sudah tidak memanaskan kepalanya lagi, Menjadi dingin ketika membahas soal perasaan.
Clarissa dan Dio adalah dua manusia yang tengah dalam kebimbangan hal yang sangat benar benar hanya bisa di rasakan. Dio yang di setiap harinya mendaki, Hingga patah kaki. Clarissa yang tak pernah tau apa apa seakan pura pura mati. Hari ini tengah terjadi hujan dan terik panas bagi mereka berdua.
Setelah hampir beberapa waktu Clarissa menghembuskan nafasnya dengan pelan, Mencoba membalikkan badannya tuk melihat Dio, Pelan demi pelan. Clarissa melihat ke arah Dio. Memejamkan matanya lalu segera mengucap
"Hei? Dio? Aku tak akan meminta maaf kali ini, Karena kata maaf terlalu menakutkan untuk kamu terima. Aku hanya ingin melihatmu dan membuka semua isi hatimu, Untuk melihat ke belakang sebentar. Aku bukan orang yang layak untuk kamu cintai, Bahkan aku bukan orang yang layak untuk menerima cinta sebesar itu. Cintamu sebesar langit dan aku belum pernah tau dan paham bagaimana rasanya mencintai dan menerima cinta seberat itu, Kita tak akan pernah seimbang. Kau tau? Manusia tetaplah manusia ia tetap bisa memberikan rasa kecewa? Aku bukan tidak menerimamu sama sekali aku hanya belum mampu untuk menerima cinta. Aku baru saja kehilangan cinta terbesarku, Bunda. Aku masih ragu karena semua rasaku untuk diriku sendiri saja masih kurang, Apalagi bagaimana cara untuk menerima cinta sebesar itu?
Kamu masih bisa untuk mencintaiku setiap hari, Mengagumiku, Berharap aku pulang ke sini. Bagaiamana? Bukankah lebih menyenangkan tanpa jawaban satupun? Bukankah bebas tanpa ada sebuah jawaban? Aku tau ini adalah cara yang paling tidak baik menurutmu bahkan ini jauh sekali dari harapanmu. Tapi benar dari dalam lubuk, Aku tak pernah bisa menjawab "iya" Aku tak pernah bisa menjawab untuk luka. Maaf ya aku melukaimu lagi. Aku tak pernah ingin jatuh ke dalam sangkar lagi, Aku tak pernah ingin menumpahkan banyaknya cinta untuk kesekian kalinya dan aku juga tak pernah ingin membuatmu merasakan trauma lebih dari ini, Cintailah orang yang menurutmu pantas, Demi cintamu yang berharga, Dio tolong."
Clarissa sudah memahami Dio sebaik mungkin menolaknya dengan sangat pelan dan tidak ingin menyakitinya dan membuatnya trauma. Dio terdiam setelah mendengar semua penjelasan dan argumen dari Clarissa. Dio mencoba memahami semua penjelasan dan mengutuk egonya untuk tidak menjadi egois. Namun kutukannya menjadikannya tak dapat mengendalikan dirinya.Dio merasa cemas. Dio merasa gagal. Dio belum dapat memahami perkataan Clarissa.
"Sa? Lu nolak gua?" Ucap
"Engga, Gua ga pernah nolak lu Dio. Gua ga pernah tau rasanya mencintai orang yang bahkan ga pernah bisa gua cintai. Dan rasa cinta gua belum tumbuh sama sekali. Lu paham kan? Lu ngerti kan?" Ucap Clarissa.
"Cinta emang rumit, Kita ga pernah bisa tau mana yang bener dan mana yang salah. Kita di satu sisi juga harus mempertahankan perasaannya, Bahkan kita juga harus paham bagaimana perasaan kita sendiri. ini rumit!!" Ucap Nadiya dalam hati.
Clarissa memang tak ingin untuk membuat Dio trauma, Clarissa hanya ingin selesai dengan baik baik. Namun, bagaimana Clarissa dapat mengatur perasaan Dio? Clarissa tak memikirkan itu sama sekali.
"Lu boleh kok marah sama gua, Kecewa sama gua, Lu boleh kok ngejauhin gua, Lu boleh kok ngecutt off gua dari hidup lu, Bahkan lu gamau kenal sama gua lagi gapapa Dio. Gua cuma gamau lu pulang dengan bawa banyak luka dan trauma, Gua gamau lu ngerasain itu. Gua gamau pura pura kalo gua punya rasa ke lu, Gua gamau. Jadi mungkin itu jawaban dari gua." Ucap Clarissa.
Dio menundukkan kepalanya, Lalu berkata "Maaf ya, Untuk semua hal sampai hari ini. Aku minta maaf." Ucap Dio.
Dio berbalik badan kemudian Dio pulang. Clarissa hanya melihatnya dan Clarissa hanya berdoa semoga Dio tak pernah trauma setelah ini.
Dio pulang dengan membawa luka, Hampa kosong kebingungan hingga sampai tak pernah tau apa itu rasa, Seperti mati rasa. Dio tak pernah bisa merasakan apa apa. Rasa bersalah muncul, Rasa tak pantas pun muncul semua hal yang berada di pikiran Dio pada saat pulang tak pernah ada satu pun yang bilang bahwa semua hal akan baik baik saja setelah ini, Melainkan Dio benar benar kehilangan Clarissa sepenuhnya. Dio merasa tak pantas akan dirinya, Tentang bagaimana caranya mencintai orang lain. Dio merasa mati rasa karena semuanya telah habis di Clarissa. Meski Clarissa sempat berharap Dio tak pernah trauma, Namun rasa trauma itu jauh lebih besar dan kini tetap menempel dan tumbuh menjadi bagian diri Dio. Trauma tetaplah Trauma.
Seluruh cinta Dio telah habis. Clarissa memutuskan untuk tidak menerimanya. 1 Menit sebelum keberangkatan, Nadiya mengajak Clarissa untuk masuk ke dalam pesawat sebelum semuanya terlambat. Clarissa yang hanya bisa diam melihat kepulangan Dio dengan sejuta luka dan hampir trauma. Clarissa memasuki pesawat, Mencari tempat duduk, Kemudian menyenderkan kepalanya pada Nadiya. Clarissa menangis di sepanjang perjalanan menuju Jakarta. Benar kini bandara penuh dengan tangisan. Clarissa benar benar merasa bersalah dan tepat di posisi kebingungan.
"Tak mengapa Sa, Dio masih bisa mencari cinta yang lebih baik dan cukup ruang untuk menerimanya, Dan kamu Clarissa? Kamu pantas untuk mencintai orang lain." Ucap Nadiya sambil mengusap usap kepala Clarissa.
"Dio!!!! Maaf, Aku membuatmu Trauma, Maaf!!!" Ucap Clarissa sambil menangis.
TAMAT
Komentar
Posting Komentar